Penegak Hukum Harus Seimbang Jangan Ada Ketidak Merataan Pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tengah menjadi
perhatian serius di kalangan praktisi dan akademisi hukum. Prof. M. Arief Amrullah, S.H., M.Hum., Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jember,
menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan kewenangan antar penegak hukum dalam implementasi hukum pidana.
Menurutnya, jika ada ketimpangan wewenang dalam perubahan RKUHAP tentu akan menimbulkan permasalahan sistemik, bahkan menghambat proses
penegakan hukum dan akan memunculkan masalah serius dalam praktik penegakan hukum di Indonesia.
Penegak Hukum Harus Seimbang
Ia lantas menekankan bahwa pembahasan RKUHAP harus berfokus pada reformasi sistem yang mampu menciptakan penegakan hukum efektif dan transparan, dan berkeadilan.
“Keseimbangan kewenangan antarpenegak hukum harus diwujudkan untuk mencegah tumpang tindih kewenangan. RKUHAP harus menjadi solusi, bukan menambah masalah baru,” ujar Arief Minggu (19/1/2025).
Karena esensi dari pembaharuan acara umum pidana untuk merubah menjadi lebih baik.Arief menegaskan bahwa ketimpangan kewenangan ini harus diatasi dalam pembahasan RKUHAP.
1. Kewenangan Berlebihan bagi Jaksa
Sebagaimana UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan (UU Tentang Kejaksaan) Pasal 8 Ayat (5) menyebutkan bahwa pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, hingga penangkapan jaksa hanya dapat dilakukan dengan izin Jaksa Agung. Aturan ini dinilai berpotensi memberikan kesan bahwa jaksa mempunyai kewenangan hukum yang lebih, sehingga pada akhirnya merusak kepercayaan publik terhadap institusi hukum.
2. Penggunaan Senjata Api oleh Jaksa (Pasal 8B) di UU Kejaksaan
Penambahan kewenangan ini dinilai berpotensi disalahgunakan tanpa pengawasan yang jelas. Sebagai catatan saat ini saja masyarakat banyak protes kepada kepolisian tentang penggunaan senjata api. Padahal lembaga Kepolisian sudah terlatih, hal ini juga terdapat kelemahan, apalagi kewenangan ini juga diserahkan kepada Jaksa yang tidak memiliki keterampilan penggunaan senjata api sejak awal. Hal ini perlu dipertimbangkan kembali.
3. Kewenangan Penyadapan dan Intelijen (Pasal 30B dan Pasal 30C)
Penyadapan merupakan tindakan yang menyentuh privasi individu. Tanpa pengawasan lembaga independen, kewenangan ini berpotensi disalahgunakan dan melanggar hak asasi manusia.